“Efek
Pembukaan Lahan terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan Kelapa
Sawit di Kabupaten Bengkalis”
Suwondo, Supiandi Sabiham, Sumardjo dan Bambang Paramudya
IPB
Bogor.
Lahan gambut memberikan pelayanan ekologi, sosial dan
ekonomi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pembukaan lahan yang tidak
memperhatikan karakteristik biofisik lingkungan menyebabkan lahan gambut
mengalami degradasi dan menjadi lahan terlantar. Sebagai contoh adalah
pemanfaatan lahan gambut di kabupaten Bengkalis yang belum mampu menjaga
keberlangsungan ekologis pada ekosistem gambut tersebut. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.
Penelitian tersebut dilakukan di kabupaten Bengkalis
Prov.Riau dengan lokasi utama di kecamatan Siak Kecil dan Bukit Batu.
Pengamatan dilakukan pada dua tipe fisiografi lahan gambut; gambut pantai dan
transisi. Sebagai pembanding dilakukan pengambilan tanah gambut utuh dari lahan
yang belum dibuka. Analisis pada sampel tanah yang telah diambil meliputi warna
tanah, kedalaman air tanah, komposisi dan ketabalan gambut, pH (H2O,
KCI), kadar C-organik (%), kadar air(%), kadar abu(%), dan biomassa tanaman
(ton/ha)
Metode yang
digunakan untuk analisis warna tanah adalah munsel soil chart. Ketebalan
gambut dan kedalaman air dilakukan dengan proses pengeboran langsung di
lapangan. Kematangan dan komposisi gambut dengan metode cepat dilapangan, pengukuran
kadar air dan kadar abu dengan metode gravimetri, pH diukur dengan menggunakan
pH meter. Dan pengukuran kadar C-organik dengan metode Walkley and Black.
Pengukuran biomassa tumbuhan dilakukan dengan metode persamaan alometrik,
Karakteristik biofisik lahan gambut dianalisis secara deskriptif dan untuk
melihat hubungan antar parameter utama dilakukan analisis regresi-korelasi dengan
menggunakan model hubungan logaritmik.
Aktivitas pembukaan
lahan pada hutan rawa gambut telah menyebabkan terjadinya perubahan profil horizon
pada lahan gambut tersebut, perubahan kedalaman horizon hemik menjadi semakin
dangkal dengan pertambahan umur perkebunan kelapa sawit. Selain itu juga
menyebabkan terjadinya perubahan ketebalan gambut, muka air tanah dan kadar
air. Semakin lama umur tanam perkebunan sawit maka semakin rendah kadar air
pada lahan tesebut, kondisi ini terjadi pada gambut pantai dan transisi. Pada
penelitian tersebut dikatakan bahwa tanaman kelapa sawit dapat meyerap CO2
(carbon sink) yang cukup signifikan.
Pengelolaan
kedalaman muka air tanah merupakan kunci dalam pemanfaatan lahan gambut untuk
perkebunan kelapa sawit dan untuk melestarikan lingkungan.
pH gambut
yang berada di sekitar kubah (peatdome) lebih rendah dibandingkan dengan
gambut yang berada di kawasan pinggir atau mendekati sungai. Hal ini disebabkan
oleh adanya pengaruh air sungai atau payau yang mempunyai pH dan kualitas air
yang lebih baik. Keadaaan ini dapat juga dipengaruhi oleh tingkat ketebalan
gambut.
Kandungan C-organik dan
kadar air semakin menurun, sedangkan muka air tanah, pH dan kadar abu semakin
meningkat. Karakteristik biofisik hutan rawa gambut sekunder mempunyai perbedaan
tingkat dekomposisi, kadar air, kadar abu, pH, C-organik dan biomassa
dibandingkan dengan fisiografi lahan gambut pantai dan transisi.
Referensi :
Suwondo, et al. 2012. Efek Pembukaan Lahan Terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan Kelapa Sawit di Bengkalis. Jurnal Natur Indonesia. Vol 14 (2).
Referensi :
Suwondo, et al. 2012. Efek Pembukaan Lahan Terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan Kelapa Sawit di Bengkalis. Jurnal Natur Indonesia. Vol 14 (2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar