Jumat, 22 Agustus 2014

Ringkasan Jurnal

“Efek Pembukaan Lahan terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bengkalis”
Suwondo, Supiandi Sabiham, Sumardjo dan Bambang Paramudya
  IPB Bogor.

Lahan gambut memberikan pelayanan ekologi, sosial dan ekonomi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pembukaan lahan yang tidak memperhatikan karakteristik biofisik lingkungan menyebabkan lahan gambut mengalami degradasi dan menjadi lahan terlantar. Sebagai contoh adalah pemanfaatan lahan gambut di kabupaten Bengkalis yang belum mampu menjaga keberlangsungan ekologis pada ekosistem gambut tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.
Penelitian tersebut dilakukan di kabupaten Bengkalis Prov.Riau dengan lokasi utama di kecamatan Siak Kecil dan Bukit Batu. Pengamatan dilakukan pada dua tipe fisiografi lahan gambut; gambut pantai dan transisi. Sebagai pembanding dilakukan pengambilan tanah gambut utuh dari lahan yang belum dibuka. Analisis pada sampel tanah yang telah diambil meliputi warna tanah, kedalaman air tanah, komposisi dan ketabalan gambut, pH (H2O, KCI), kadar C-organik (%), kadar air(%), kadar abu(%), dan biomassa tanaman (ton/ha)
Metode yang digunakan untuk analisis warna tanah adalah munsel soil chart. Ketebalan gambut dan kedalaman air dilakukan dengan proses pengeboran langsung di lapangan. Kematangan dan komposisi gambut dengan metode cepat dilapangan, pengukuran kadar air dan kadar abu dengan metode gravimetri, pH diukur dengan menggunakan pH meter. Dan pengukuran kadar C-organik dengan metode Walkley and Black. Pengukuran biomassa tumbuhan dilakukan dengan metode persamaan alometrik, Karakteristik biofisik lahan gambut dianalisis secara deskriptif dan untuk melihat hubungan antar parameter utama dilakukan analisis regresi-korelasi dengan menggunakan model hubungan logaritmik.
Aktivitas pembukaan lahan pada hutan rawa gambut telah menyebabkan terjadinya perubahan profil horizon pada lahan gambut tersebut, perubahan kedalaman horizon hemik menjadi semakin dangkal dengan pertambahan umur perkebunan kelapa sawit. Selain itu juga menyebabkan terjadinya perubahan ketebalan gambut, muka air tanah dan kadar air. Semakin lama umur tanam perkebunan sawit maka semakin rendah kadar air pada lahan tesebut, kondisi ini terjadi pada gambut pantai dan transisi. Pada penelitian tersebut dikatakan bahwa tanaman kelapa sawit dapat meyerap CO2 (carbon sink) yang cukup signifikan.
Pengelolaan kedalaman muka air tanah merupakan kunci dalam pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan untuk melestarikan lingkungan.  
pH gambut yang berada di sekitar kubah (peatdome) lebih rendah dibandingkan dengan gambut yang berada di kawasan pinggir atau mendekati sungai. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh air sungai atau payau yang mempunyai pH dan kualitas air yang lebih baik. Keadaaan ini dapat juga dipengaruhi oleh tingkat ketebalan gambut.
Kandungan C-organik dan kadar air semakin menurun, sedangkan muka air tanah, pH dan kadar abu semakin meningkat. Karakteristik biofisik hutan rawa gambut sekunder mempunyai perbedaan tingkat dekomposisi, kadar air, kadar abu, pH, C-organik dan biomassa dibandingkan dengan fisiografi lahan gambut pantai dan transisi.

Referensi :
Suwondo, et al. 2012. Efek Pembukaan Lahan Terhadap Karakteristik Biofisik Gambut pada Perkebunan               Kelapa Sawit di Bengkalis. Jurnal Natur Indonesia. Vol 14 (2).

Tidak ada komentar: